Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos
Beliau dilahirkan di Huraidhoh, Hadhramaut (Yaman) pada hari Selasa 19 Ramadhan 1257 H.
NASAB
Al-Habib Ahmad bin Hasan bin Abdulloh bin Ali bin Abdulloh bin Muhammad bin Muhsin bin Imam Husein bin al-Quthb al-Kabiir Umar bin Abdurrohman bin Aqil al-'Atthos bin Salim bin Abdulloh bin Abdurrohman bin Abdulloh bin al-Quthb Abdurrohman as-Segaf bin Muhammad Maula Dawileh bin Ali bin Alwi bin al-Ustadz al-'Adhom al-Faqih al-Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi' Qosam bin Alwi bin Muhammad Shohib Shouma'ah bin Alwi bin Ubaidillah bin al-Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Imam Jakfar ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam as-Sibth al-Husein bin al-Imam Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib suami az-Zahro Fatimah al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.
MASA KECIL
Ketika masih dalam umur penyusuan, ia terkena penyakit mata yang ganas hingga hilang penglihatannya. Ibu beliau merasa sedih lalu mendatangi al-Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos. Ia letakkan bayi mungil itu di depan Habib Sholeh, lalu menangis sekuat-kuatnya.
"Apa yang dapat kami perbuat dengan anak yang buta ini?" kata ibunya dengan suara sedih.
Habib Sholeh menggendong bayi itu, lalu memandangnya dengan tajam. "Ia akan memperoleh kedudukan yg tinggi. Masyarakat akan berjalan di bawah naungan dan keberkahannya. Ia akan mencapai maqom kakeknya, Umar bin Abdurrohman al-'Atthos.", kata Habib Sholeh
Mendengar ini, ibu beliau pun merasa terhibur.
Sejak itu Habib Ahmad memperoleh perhatian khusus dari Habib Sholeh. Kadang bila melihat Habib Ahmad berjalan menghampirinya, Habib Sholeh berkata, "Selamat datang pewaris sir Umar bin Abdurrohman." Kemudian Habib Sholeh memboncengkan dia di tunggangannya.
Pada kesempatan lain Habib Sholeh berkata kepada beliau, "Kau mendapat madad khusus dari kakekmu Umar bin Abdurrohman."
PENGLIHATAN BATIN
Meski kehilangan kedua penglihatannya, Habib Ahmad bin Hasan tampak seperti orang yang dapat melihat dengan baik. Allah mengganti penglihatan lahiriahnya dengan penglihatan batiniah. Hal ini terbukti dalam beberapa peristiwa, baik ketika beliau masih kecil maupun setelah mencapai usia lanjut. Seakan Alloh SWT ingin menunjukkan kepada orang-orang yang hidup sejamannya makna firman-Nya:
"Karena sesungguhnya bukanlah mata yang buta, tapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada."(Q.S. al-Haj, 22:46)
Sebagaimana manusia, semua hewan juga memiliki cahaya mata dhohir, tapi cahaya mata hati (bashiroh) hanya dimiliki oleh orang-orang yg telah dipersiapkan Alloh untuk dekat dengan-Nya. Habib Ahmad sering memberitahu hal-hal yang luput dari pandangan para sahabatnya.
Sebagaimana manusia, semua hewan juga memiliki cahaya mata dhohir, tapi cahaya mata hati (bashiroh) hanya dimiliki oleh orang-orang yang telah dipersiapkan Alloh untuk dekat dengan-Nya. Habib Ahmad sering memberitahu hal-hal yang luput dari pandangan para sahabatnya.
Habib Umar bin Muhammad al-'Atthos bercerita,
"Ketika masih kecil, aku suka bermain-main dengan Akh Ahmad bin Hasan dan Akh Abdulloh bin Abubakar bin Abdulloh di jalanan kota.
Usia kami sebaya, aku sering mendengar masyarakat memperbincangkan kewalian dan kasyf-kasyf Akh Ahmad bin Hasan, namun aku belum pernah membuktikannya.
Suatu hari aku berkata pada Akh Abdulloh bin Abubakar,
"Mari kita buktikan omongan masyarakat malam ini. Jika ia memang seorang wali, kita akan membenarkannya, tapi jika itu hanya kabar bohong, kita akan membuatnya menderita."
Kami menggali lubang di dekat tempat kami bermain lalu kami tutup dengan tikar. Setelah tiba saat bermain, aku berkata pada pada Akh Ahmad bin Hasan,
"Malam ini kita adakan lomba lari."
Kami tempatkan ia di tengah2, tepat ke arah lubang yang baru kami gali. Kami lalu berlari sambil berteriak,
"Ayo lari...lari...!"
Ketika sudah dekat dengan lubang itu, Akh Ahmad melompat seperti seekor kijang.
Mulanya kami kira kejadian ini hanya suatu kebetulan, kami pun mengajaknya berlomba lagi. Tapi ketika sampai di depan lubang, ia melompat seperti sebelumnya. Saat itu kami sadar bahwa ia memang bukan manusia biasa.
Pernah ada lelaki datang menemui beliau dengan membawa uang 1 dirham yang ia temukan di jalan. Di permukaan dirham itu tertulis sesuatu yang sulit dibaca karena dirham itu sudah terlalu tua.
Beliau meraba dirham tersebut, lalu berkata kepada murid beliau, Syeikh Muhammad bin Awudh Ba Fadhl,
"Coba perhatikan dengan teliti, apa yang tertulis di permukaan dirham ini."
Ia mencoba membacanya, tapi tidak berhasil. Beliau kemudian berkata,
"Mungkin ini adalah jenis dirham ash-Shomadiah yang dikeluarkan oleh Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi. Pada sisi yang satu tertulis surat al-Ikhlas dan pada sisi lain tertulis: Laa ilaaha 'illallaah wahdahu laa syariikalahu, lahulmulku wa lahulhamdu wahuwa 'alaa kulli syay'in qodiir."
Syeikh Muhammad lalu mencoba melihat mata uang itu dengan lebih teliti, ternyata benar apa yang ducapkan Habib Ahmad bin Hasan. Nama raja Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi tertulis melingkari mata uang tersebut dengan tulisan kufi tanpat titik dan dengan aturan yang aneh.
MENUNTUT ILMU
Sejak kecil beliau Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos gemar menuntut ilmu. Ketika berusia 5 tahun, kakek beliau, Habib Abdulloh, mengajari beliau membaca Qur'an sebelum menyerahkan pendidikan beliau pada Faraj bin Umar bin Sabbah murid Habib Hadun bin Ali bin Hasan al-'Atthos.
Beliau juga belajar kepada Habib Sholeh bin Abdullah al-'Atthos. Beliau bercerita,
"Suatu hari, ketika usiaku 5 tahun, aku bermain-main & berguling-guling di tanah. Kebetulan Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos lewat di dekatku. Beliau berkata, 'Bangun, pakai pakaianmu lalu tunaikan Sholat Jum'at!'..."
"Tubuhku kotor!", jawabku.
"Tidak masalah, bangunlah, pakai pakaianmu dan kerjakanlah Sholat Jum'at!".
Beliau juga belajar kepada Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos. Beliau bercerita,
"Suatu hari, ketika usiaku 5 tahun, aku bermain-main & berguling-guling di tanah. Kebetulan Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos lewat di dekatku. Beliau berkata, 'Bangun, pakai pakaianmu lalu tunaikan Sholat Jum'at!'..."
"Tubuhku kotor!", jawabku.
"Tidak masalah, bangunlah, pakai pakaianmu dan kerjakanlah Sholat Jum'at!".
Habib Sholeh lalu membacakan firman Alloh Ta'ala:
"Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Alloh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati."
(Q.S. al-Haj, 22:32)
Inilah ayat pertama yang dihafalkan oleh Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos dari Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos.
Perlu diketahui bahwa Habib Ahmad memiliki daya hafal yang luar biasa, beliau mampu menghafal dengan sekali dengar.
Setiap kali ada ulama datang ke kotanya, Huraidhoh, beliau selalu memanfaatkan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari mereka.
"Hatiku dipenuhi rasa pengagungan dan penghormatan pada salaf yang tiba di kotaku. Ketika Habib al-'Allamah Muhammad bin Ali Assegaf datang, aku seakan-akan melihat seorang nabi."
GURU-GURU BELIAU
Guru-guru beliau antara lain adalah Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos, Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos, Habib Ahmad bin Muhammad bin Alwi al-Muhdhor, Habib Ahmad bin Abdulloh bin Idrus al-Bar, Habib Abdurrohman bin Ali bin Umar bin Segaf Assegaf, Habib Muhammad bin Ali bin Alwi bin Abdillah Assegaf & Habib Muhammad bin Ibrahim bin Idrus Bilfaqih.
Sedangkan guru-guru beliau di Haramain adalah Habib Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Assegaf, Habib Fadhl bin Alwi bin Muhammad bin Shol Maula Dawileh, dan Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan.
Adapun Syeikh fath Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos adalah Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos dan Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos.
Habib Sholeh men-tahkiim beliau sebagai seorang sufi dengan mencukur rambut kepala beliau dengan kedua tangannya yang mulia dan memerintahkannya untuk wudhu & mandi. Setelah itu Habib Sholeh mendudukkan beliau di hadapannya lalu men-talqiin kalimat: "Laa ilaa illallah Muhammadun Rasuulullaah" sebanyak 3 kali dan kemudian memberi beliau ijaazah dan ilbaas.
Buku-buku yang dibaca Habib Ahmad di hadapan Habib Sholeh antara lain adalah "Idhoohu Asroori Uluumil Muqorrobiin, Ar-Risaalatul Qusyairiyyah, Asy-Syifaa' karya Qodhi 'Iyadh dan Mukhtashor al-Adzkaar karya al-Allamah Syeikh Muhammad bin Umar Bahroq.
Semenjak berguru kepada Habib Sholeh, beliau tidak pernah meninggalkan majlisnya, baik saat Habib Sholeh berada di kota 'Amd maupun di luar kota, hingga Habib Sholeh meninggal dunia pada tahun 1279 H.
Semenjak berguru kepada Habib Sholeh, beliau tidak pernah meninggalkan majlisnya, baik saat Habib Sholeh berada di kota 'Amd maupun di luar kota, hingga Habib Sholeh meninggal dunia pada tahun 1279 H.
Cinta beliau kepada Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos telah tampak sejak beliau masih kecil, sebagaimana diceritakan oleh Habib Alwi bin Thohir dalam Uquudul Almaas:
"Jika Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos berkunjung ke Huraidhoh, beliau (Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos) selalu menemainya. Suatu saat, Habib Sholeh pulang ke kotanya ('Amd) tanpa sepengetahuan beliau. Ketika mengetahui bahwa Habib Sholeh telah pulang, beliau segera menyusulnya seorang diri tanpa penuntun dan penunjuk jalan. Habib Sholeh merasakan kehadiran beliau, lalu bertanya pada orang-orang yang ikut dalam rombongannya, 'Apakah kalian melihat seseorang di belakang kita?'. Mereka melihat ke belakang lalu berkata, 'Kami tidak melihat apa-apa.'. Tak berapa lama, ia mengulang pertanyaannya dan dijawab, 'Ya, ada seorang anak kecil berusaha menyusul kita.'. Habib Sholeh berkata, 'Dia adalah Ahmad bin Hasan.' Ia menanti kedatangan Habib Ahmad bin Hasan, lalu memboncengkannya sampai di desa terdekat. Setelah itu ia memulangkannya."
Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos juga memberikan perhatian kepada beliau sejak kecil. Buku yang telah dibaca Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos di hadapan Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos antara lain adalah al-Jami' ash-Shoghir, Riyadhush Shibyan dan Hadiyatush Shiddiq.
Habib Ahmad selalu menemani Habib Abubakar, bahkan beliau pernah ikut sampai ke Hijaz. Ketika Habib Abubakar meninggal dunia pada malam Selasa 17 Dzulqoidah 1281 H, beliau sedang berada di Haramain.
Habib Ahmad berkata,
"Aku pernah bertanya pada Habib Abubakar tentang berbagai kasyf dan asror yang diperoleh seseorang padahal ia tidak memiliki amal yang memadai."
Habib Abubakar menjawab,
"Sebab ia dekat dgn shohibul waqt. Tempat yang dekat dengan pancuran akan terkena percikan air."
Keterangan Habib Ahmad ini menjelaskan keadaan dirinya.
BELAJAR DI MAKKAH
Tahun 1274 H, ketika usianya menginjak 17 tahun, beliau melakukan perjalanan haji ke Makkah al-mukarromah. Kedatangan beliau ini disambut dengan senang hati oleh al-'Allamah Mufti Haramain, Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Sayid Ahmad Zaini Dahlan mendorong beliau, Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos untuk menuntut ilmu di Makkah, lalu menyerahkannya di bawah pendidikan seorang guru baca Qur'an, Syeikh Ali bin Ibrohim as-Samanudi.
Sayid al-'Allamah Abubakar yang biasa dipanggil dengan Bakri bin Muhammad Syatho, pengarang buku I-'aanatuth Thoolibiin Syarh Fathul Mu'iin dalam bukunya Nafkhotur Rohmaan yang berisi manaqib guru beliau, Sayid Ahmad Zaini Dahlan, menulis:
"Dahulu Sayid Ahmad Zaini Dahlan hafal Qur'an dengan baik dan menguasai 7 cara baca Qur'an. Beliau juga hafal kitab asy-Syaathibiah dan al-Jazariah, 2 kitab yg sangat bermanfaat bagi para pelajar yang hendak mempelajari 7 bacaan Qur'an dengan cepat. Karena cinta dan perhatiannya pada Qur'an, ia memerintahkan sejumlah ahli baca Qur'an untuk mengajarkan ilmu ini. Ia khawatir ilmu itu akan hilang dari orang-orang yang cerdas dan memiliki pemahaman. Saat itu datang Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos dari Hadhromaut. Ia masih kecil dan buta kedua matanya.
Sayid Ahmad Dahlan sangat menyayanginya. Ia lalu memerintahkannya untuk menghafalkan Qur'an. Dalam waktu singkat Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos mampu menghafalnya. Kemudian tuanku Sayid Ahmad Dahlan meminta Syeikh Ali as-Samanudi yang terkenal menguasai 14 cara baca Qur'an untuk mengajar Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos. Syeikh Ali lalu mengajarkan asy-Syaathibiah dan cara baca Qur'an. Dalam waktu singkat Alloh memberi Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos fath."
Sumber :
"Sekilas tentang Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos: Riwayat hidup, Wasiat dan Nasihat, Kisah & Hikmah, Do'a dan Amalan."
Oleh: Sayyidy al-Habib Novel bin Muhammad al-'Aydrus.
NASAB
Al-Habib Ahmad bin Hasan bin Abdulloh bin Ali bin Abdulloh bin Muhammad bin Muhsin bin Imam Husein bin al-Quthb al-Kabiir Umar bin Abdurrohman bin Aqil al-'Atthos bin Salim bin Abdulloh bin Abdurrohman bin Abdulloh bin al-Quthb Abdurrohman as-Segaf bin Muhammad Maula Dawileh bin Ali bin Alwi bin al-Ustadz al-'Adhom al-Faqih al-Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi' Qosam bin Alwi bin Muhammad Shohib Shouma'ah bin Alwi bin Ubaidillah bin al-Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Imam Jakfar ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam as-Sibth al-Husein bin al-Imam Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib suami az-Zahro Fatimah al-Batul binti Rosulullah Muhammad SAW.
MASA KECIL
Ketika masih dalam umur penyusuan, ia terkena penyakit mata yang ganas hingga hilang penglihatannya. Ibu beliau merasa sedih lalu mendatangi al-Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos. Ia letakkan bayi mungil itu di depan Habib Sholeh, lalu menangis sekuat-kuatnya.
"Apa yang dapat kami perbuat dengan anak yang buta ini?" kata ibunya dengan suara sedih.
Habib Sholeh menggendong bayi itu, lalu memandangnya dengan tajam. "Ia akan memperoleh kedudukan yg tinggi. Masyarakat akan berjalan di bawah naungan dan keberkahannya. Ia akan mencapai maqom kakeknya, Umar bin Abdurrohman al-'Atthos.", kata Habib Sholeh
Mendengar ini, ibu beliau pun merasa terhibur.
Sejak itu Habib Ahmad memperoleh perhatian khusus dari Habib Sholeh. Kadang bila melihat Habib Ahmad berjalan menghampirinya, Habib Sholeh berkata, "Selamat datang pewaris sir Umar bin Abdurrohman." Kemudian Habib Sholeh memboncengkan dia di tunggangannya.
Pada kesempatan lain Habib Sholeh berkata kepada beliau, "Kau mendapat madad khusus dari kakekmu Umar bin Abdurrohman."
PENGLIHATAN BATIN
Meski kehilangan kedua penglihatannya, Habib Ahmad bin Hasan tampak seperti orang yang dapat melihat dengan baik. Allah mengganti penglihatan lahiriahnya dengan penglihatan batiniah. Hal ini terbukti dalam beberapa peristiwa, baik ketika beliau masih kecil maupun setelah mencapai usia lanjut. Seakan Alloh SWT ingin menunjukkan kepada orang-orang yang hidup sejamannya makna firman-Nya:
"Karena sesungguhnya bukanlah mata yang buta, tapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada."(Q.S. al-Haj, 22:46)
Sebagaimana manusia, semua hewan juga memiliki cahaya mata dhohir, tapi cahaya mata hati (bashiroh) hanya dimiliki oleh orang-orang yg telah dipersiapkan Alloh untuk dekat dengan-Nya. Habib Ahmad sering memberitahu hal-hal yang luput dari pandangan para sahabatnya.
Sebagaimana manusia, semua hewan juga memiliki cahaya mata dhohir, tapi cahaya mata hati (bashiroh) hanya dimiliki oleh orang-orang yang telah dipersiapkan Alloh untuk dekat dengan-Nya. Habib Ahmad sering memberitahu hal-hal yang luput dari pandangan para sahabatnya.
Habib Umar bin Muhammad al-'Atthos bercerita,
"Ketika masih kecil, aku suka bermain-main dengan Akh Ahmad bin Hasan dan Akh Abdulloh bin Abubakar bin Abdulloh di jalanan kota.
Usia kami sebaya, aku sering mendengar masyarakat memperbincangkan kewalian dan kasyf-kasyf Akh Ahmad bin Hasan, namun aku belum pernah membuktikannya.
Suatu hari aku berkata pada Akh Abdulloh bin Abubakar,
"Mari kita buktikan omongan masyarakat malam ini. Jika ia memang seorang wali, kita akan membenarkannya, tapi jika itu hanya kabar bohong, kita akan membuatnya menderita."
Kami menggali lubang di dekat tempat kami bermain lalu kami tutup dengan tikar. Setelah tiba saat bermain, aku berkata pada pada Akh Ahmad bin Hasan,
"Malam ini kita adakan lomba lari."
Kami tempatkan ia di tengah2, tepat ke arah lubang yang baru kami gali. Kami lalu berlari sambil berteriak,
"Ayo lari...lari...!"
Ketika sudah dekat dengan lubang itu, Akh Ahmad melompat seperti seekor kijang.
Mulanya kami kira kejadian ini hanya suatu kebetulan, kami pun mengajaknya berlomba lagi. Tapi ketika sampai di depan lubang, ia melompat seperti sebelumnya. Saat itu kami sadar bahwa ia memang bukan manusia biasa.
Pernah ada lelaki datang menemui beliau dengan membawa uang 1 dirham yang ia temukan di jalan. Di permukaan dirham itu tertulis sesuatu yang sulit dibaca karena dirham itu sudah terlalu tua.
Beliau meraba dirham tersebut, lalu berkata kepada murid beliau, Syeikh Muhammad bin Awudh Ba Fadhl,
"Coba perhatikan dengan teliti, apa yang tertulis di permukaan dirham ini."
Ia mencoba membacanya, tapi tidak berhasil. Beliau kemudian berkata,
"Mungkin ini adalah jenis dirham ash-Shomadiah yang dikeluarkan oleh Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi. Pada sisi yang satu tertulis surat al-Ikhlas dan pada sisi lain tertulis: Laa ilaaha 'illallaah wahdahu laa syariikalahu, lahulmulku wa lahulhamdu wahuwa 'alaa kulli syay'in qodiir."
Syeikh Muhammad lalu mencoba melihat mata uang itu dengan lebih teliti, ternyata benar apa yang ducapkan Habib Ahmad bin Hasan. Nama raja Sulaiman bin Abdul Malik al-Umawi tertulis melingkari mata uang tersebut dengan tulisan kufi tanpat titik dan dengan aturan yang aneh.
MENUNTUT ILMU
Sejak kecil beliau Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos gemar menuntut ilmu. Ketika berusia 5 tahun, kakek beliau, Habib Abdulloh, mengajari beliau membaca Qur'an sebelum menyerahkan pendidikan beliau pada Faraj bin Umar bin Sabbah murid Habib Hadun bin Ali bin Hasan al-'Atthos.
Beliau juga belajar kepada Habib Sholeh bin Abdullah al-'Atthos. Beliau bercerita,
"Suatu hari, ketika usiaku 5 tahun, aku bermain-main & berguling-guling di tanah. Kebetulan Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos lewat di dekatku. Beliau berkata, 'Bangun, pakai pakaianmu lalu tunaikan Sholat Jum'at!'..."
"Tubuhku kotor!", jawabku.
"Tidak masalah, bangunlah, pakai pakaianmu dan kerjakanlah Sholat Jum'at!".
Beliau juga belajar kepada Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos. Beliau bercerita,
"Suatu hari, ketika usiaku 5 tahun, aku bermain-main & berguling-guling di tanah. Kebetulan Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos lewat di dekatku. Beliau berkata, 'Bangun, pakai pakaianmu lalu tunaikan Sholat Jum'at!'..."
"Tubuhku kotor!", jawabku.
"Tidak masalah, bangunlah, pakai pakaianmu dan kerjakanlah Sholat Jum'at!".
Habib Sholeh lalu membacakan firman Alloh Ta'ala:
"Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Alloh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati."
(Q.S. al-Haj, 22:32)
Inilah ayat pertama yang dihafalkan oleh Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos dari Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos.
Perlu diketahui bahwa Habib Ahmad memiliki daya hafal yang luar biasa, beliau mampu menghafal dengan sekali dengar.
Setiap kali ada ulama datang ke kotanya, Huraidhoh, beliau selalu memanfaatkan kesempatan itu untuk menimba ilmu dari mereka.
"Hatiku dipenuhi rasa pengagungan dan penghormatan pada salaf yang tiba di kotaku. Ketika Habib al-'Allamah Muhammad bin Ali Assegaf datang, aku seakan-akan melihat seorang nabi."
GURU-GURU BELIAU
Guru-guru beliau antara lain adalah Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos, Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos, Habib Ahmad bin Muhammad bin Alwi al-Muhdhor, Habib Ahmad bin Abdulloh bin Idrus al-Bar, Habib Abdurrohman bin Ali bin Umar bin Segaf Assegaf, Habib Muhammad bin Ali bin Alwi bin Abdillah Assegaf & Habib Muhammad bin Ibrahim bin Idrus Bilfaqih.
Sedangkan guru-guru beliau di Haramain adalah Habib Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Assegaf, Habib Fadhl bin Alwi bin Muhammad bin Shol Maula Dawileh, dan Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan.
Adapun Syeikh fath Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos adalah Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos dan Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos.
Habib Sholeh men-tahkiim beliau sebagai seorang sufi dengan mencukur rambut kepala beliau dengan kedua tangannya yang mulia dan memerintahkannya untuk wudhu & mandi. Setelah itu Habib Sholeh mendudukkan beliau di hadapannya lalu men-talqiin kalimat: "Laa ilaa illallah Muhammadun Rasuulullaah" sebanyak 3 kali dan kemudian memberi beliau ijaazah dan ilbaas.
Buku-buku yang dibaca Habib Ahmad di hadapan Habib Sholeh antara lain adalah "Idhoohu Asroori Uluumil Muqorrobiin, Ar-Risaalatul Qusyairiyyah, Asy-Syifaa' karya Qodhi 'Iyadh dan Mukhtashor al-Adzkaar karya al-Allamah Syeikh Muhammad bin Umar Bahroq.
Semenjak berguru kepada Habib Sholeh, beliau tidak pernah meninggalkan majlisnya, baik saat Habib Sholeh berada di kota 'Amd maupun di luar kota, hingga Habib Sholeh meninggal dunia pada tahun 1279 H.
Semenjak berguru kepada Habib Sholeh, beliau tidak pernah meninggalkan majlisnya, baik saat Habib Sholeh berada di kota 'Amd maupun di luar kota, hingga Habib Sholeh meninggal dunia pada tahun 1279 H.
Cinta beliau kepada Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos telah tampak sejak beliau masih kecil, sebagaimana diceritakan oleh Habib Alwi bin Thohir dalam Uquudul Almaas:
"Jika Habib Sholeh bin Abdulloh al-'Atthos berkunjung ke Huraidhoh, beliau (Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos) selalu menemainya. Suatu saat, Habib Sholeh pulang ke kotanya ('Amd) tanpa sepengetahuan beliau. Ketika mengetahui bahwa Habib Sholeh telah pulang, beliau segera menyusulnya seorang diri tanpa penuntun dan penunjuk jalan. Habib Sholeh merasakan kehadiran beliau, lalu bertanya pada orang-orang yang ikut dalam rombongannya, 'Apakah kalian melihat seseorang di belakang kita?'. Mereka melihat ke belakang lalu berkata, 'Kami tidak melihat apa-apa.'. Tak berapa lama, ia mengulang pertanyaannya dan dijawab, 'Ya, ada seorang anak kecil berusaha menyusul kita.'. Habib Sholeh berkata, 'Dia adalah Ahmad bin Hasan.' Ia menanti kedatangan Habib Ahmad bin Hasan, lalu memboncengkannya sampai di desa terdekat. Setelah itu ia memulangkannya."
Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos juga memberikan perhatian kepada beliau sejak kecil. Buku yang telah dibaca Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos di hadapan Habib Abubakar bin Abdulloh al-'Atthos antara lain adalah al-Jami' ash-Shoghir, Riyadhush Shibyan dan Hadiyatush Shiddiq.
Habib Ahmad selalu menemani Habib Abubakar, bahkan beliau pernah ikut sampai ke Hijaz. Ketika Habib Abubakar meninggal dunia pada malam Selasa 17 Dzulqoidah 1281 H, beliau sedang berada di Haramain.
Habib Ahmad berkata,
"Aku pernah bertanya pada Habib Abubakar tentang berbagai kasyf dan asror yang diperoleh seseorang padahal ia tidak memiliki amal yang memadai."
Habib Abubakar menjawab,
"Sebab ia dekat dgn shohibul waqt. Tempat yang dekat dengan pancuran akan terkena percikan air."
Keterangan Habib Ahmad ini menjelaskan keadaan dirinya.
BELAJAR DI MAKKAH
Tahun 1274 H, ketika usianya menginjak 17 tahun, beliau melakukan perjalanan haji ke Makkah al-mukarromah. Kedatangan beliau ini disambut dengan senang hati oleh al-'Allamah Mufti Haramain, Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Sayid Ahmad Zaini Dahlan mendorong beliau, Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos untuk menuntut ilmu di Makkah, lalu menyerahkannya di bawah pendidikan seorang guru baca Qur'an, Syeikh Ali bin Ibrohim as-Samanudi.
Sayid al-'Allamah Abubakar yang biasa dipanggil dengan Bakri bin Muhammad Syatho, pengarang buku I-'aanatuth Thoolibiin Syarh Fathul Mu'iin dalam bukunya Nafkhotur Rohmaan yang berisi manaqib guru beliau, Sayid Ahmad Zaini Dahlan, menulis:
"Dahulu Sayid Ahmad Zaini Dahlan hafal Qur'an dengan baik dan menguasai 7 cara baca Qur'an. Beliau juga hafal kitab asy-Syaathibiah dan al-Jazariah, 2 kitab yg sangat bermanfaat bagi para pelajar yang hendak mempelajari 7 bacaan Qur'an dengan cepat. Karena cinta dan perhatiannya pada Qur'an, ia memerintahkan sejumlah ahli baca Qur'an untuk mengajarkan ilmu ini. Ia khawatir ilmu itu akan hilang dari orang-orang yang cerdas dan memiliki pemahaman. Saat itu datang Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos dari Hadhromaut. Ia masih kecil dan buta kedua matanya.
Sayid Ahmad Dahlan sangat menyayanginya. Ia lalu memerintahkannya untuk menghafalkan Qur'an. Dalam waktu singkat Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos mampu menghafalnya. Kemudian tuanku Sayid Ahmad Dahlan meminta Syeikh Ali as-Samanudi yang terkenal menguasai 14 cara baca Qur'an untuk mengajar Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos. Syeikh Ali lalu mengajarkan asy-Syaathibiah dan cara baca Qur'an. Dalam waktu singkat Alloh memberi Sayid Ahmad bin Hasan al-'Atthos fath."
Sumber :
"Sekilas tentang Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthos: Riwayat hidup, Wasiat dan Nasihat, Kisah & Hikmah, Do'a dan Amalan."
Oleh: Sayyidy al-Habib Novel bin Muhammad al-'Aydrus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar